Selasa, 21 September 2010

Study Banding DPR


       Akhir-akhir ini banyak kritik masyarakat tentang studi banding anggota DPR RI ke luar negeri. Terkesan mengolok-olok, masyarakat mengambil studi banding ke Afrika Selatan dalam rangka legislasi pembuatan UU Pramuka.
Memang di era demokrasi masyarakat sangat aktif menyoroti penyelenggaraan negara yang belum berjalan seperti diharapkan. Ketersediaan berbagai medium, seperti blog, facebook atau twitter, turut meramaikan.
Di tengah kritikan beruntun, mulai Bank Century, rumah aspirasi, penyuapan dalam pemilihan deputi senior gubernur BI yang menyeret puluhan anggota DPR termasuk politisi senior, bolos, pembangunan gedung DPR, studi banding menjadi puncak kekecewaan terhadap lembaga negara itu.
    Sebagai warganegara yang pernah terlibat di dalam perencanaan berbagai kunjungan DPR ke luar negeri, maupun memfalisitasi pelaksanaannya di luar negeri, masyarakat juga berhak mengetahui anatomi mengapa kunjungan parlemen penting.
Membangun institusi kenegaraan, termasuk DPR dan demokrasi, memerlukan waktu, tenaga, dan kontribusi kita semua, dengan demikian menjadi tanggung jawab bersama.

Jakarta : Pengamat Politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya menyatakan bukan tanpa sebab masyarakat menolak keras studi banding yang dilakukan DPR ke luar negeri. Hal itu terkait efektivitas dan efisiensi.
Menurutnya, jika DPR ingin melakukan studi banding ke luar negeri untuk diterapkan dalam pembuatan undang-undang cukup mengirim tiga anggota. Panja RUU Imigrasi Komisi III tak perlu sampai mengirim sebelas orang.

 “Logika tololnya saja kelompok belajar itu maksimal lima orang, karena di atas lima orang pasti tujuan utama kelompok itu tidak efisiensi dan tidak tercapai," ujar Yunarto saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/9).

Yunanto juga menyatakan ketidakpercayaan masyarakat atas studi banding DPR karena belum ada bukti nyata dari kerja dan tanggung jawab yang dimiliki mereka. Masyarakat tentunya semua tahu bahwa tidak ada satupun tanggung jawab dan tugas anggota DPR yang menjadi kewenangannya di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan yang beres.

“Ketika pencapaian legisliasi rendah baik secara kuantitatif dan kualitatif karena banyak digugat, apalagi dalam jumlah besar, maka wajar masyarakat marah. Rakyat sebagai bos dari seluruh anggota DPR tentunya marah jika anak buahnya tidak bekerja beres namun selalu meminta fasilitas," kata Yunarto.

Ia menduga, rombongan Panja RUU Imigrasi pergi ke Inggris hanya  untuk hura-hura dan bagi-bagi jatah .

Sementara itu Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman, menyatakan, pimpinan Komisi III DPR telah menyetujui studi banding anggotanya ke Inggris. Tujuannya untuk menyempurnakan pembahasan RUU Keimigrasian.
Menurutnya, tim ke Inggris Selasa ini akan dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsudin. Sementara rombongan yang berangkat ke Kanada pada 1 Oktober 2010 dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edi. Tiap rombongan terdiri dari 10 orang anggota Komisi III DPR. “Mereka melakukan kunjungan sekitar seminggu,” tambah Benny.

Menurut Benny, masyarakat harus memantau kegiatan kunjungan kerja DPR ke luar negeri ini. Karenanya, dirinya mewajibkan pimpinan rombongan membuat laporan pertanggungjawaban perjalanan yang nantinya akan dipublikasikan.

   Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat untuk masa 2010 ini, Dewan Perwakilan Rakyat menganggarkan dana Rp100 miliar lebih untuk studi banding. Rp40 miliar di antaranya khusus untuk studi banding terkait rancangan undang-undang.

"Khusus untuk kunjungan kerja ke lima negara September ini, menghabiskan Rp3,7 miliar," kata Sekretaris Jenderal Fitra, Yuna Farhan, kepada VIVAnews, Selasa 14 September 2010.

Bulan September ini, Komisi IV DPR melakukan kunjungan kerja ke Belanda dan Norwegia untuk studi banding pertanian dalam rangka RUU Hortikulkura. Sementara Komisi X berangkat ke Afrika Selatan, Korea selatan dan Jepang pada Selasa sore ini untuk melakukan studi banding yang berkaitan dengan Pramuka.

Data Sekretariat Nasional Fitra, anggaran ke lima negara itu mencapai Rp3,7 miliar. Ke Belanda menghabiskan Rp766.102.400, Norwegia Rp877.054.400, Afrika Selatan Rp795.064.000, Jepang Rp640.504.000, dan Korea Selatan Rp611.662.000. Data ini bersumber dari Rencana Kerja Anggaran/Kementerian/Lembaga) DPR tahun 2010.

"Kami menyayangkan kunjungan kerja itu," kata Yuna. "Menyedihkan karena kebanyakan yang berangkat baru aktif saat kunjungan kerja, sementara saat pembahasan RUU lebih banyak yang bolos atau diam," kata Yuna.

Sementara kemarin, Wakil Ketua DPR Anis Matta mengatakan bahwa itu sudah sesuai undang-undang. Berdasar UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, anggota DPR dapat melakukan kunjungan kerja minimal dua kali.